Pukul 07.00 pada keesokan hari Verdy sudah menunggu di kantor harian itu sembari mengepit berkas-berkas yang mungkin dibutuhkan. Sekitar pukul 09.00 dia dipanggil menghadap pimpinan umum koran itu. Namanya, Ahmad Siala.
‘’Silakan duduk anak muda,’’ sapanya dengan santun.
Ahmad Siala kemudian bertanya macam-macam. Dia juga menerangkan jenis pekerjaan yang harus Verdy tangani.
‘’Ini berita yang dikirim kantor berita “Antara” lewat kantor telegram. Saudara harus menyempurnakannya dengan mengetiknya kembali, sehingga hasilnya seperti ini,’’ katanya sambil memperlihatkan lembaran kertas telegram dari Koran Marhaen yang memuat berita itu.
‘’Di telegram ini tanda-tanda baca ditulis dengan huruf,’’ jelasnya, kemudian memberi contoh titik ditulis ‘para’, koma ditulis ‘kma’ .
‘’Yang sulit,’’ imbuhnya lagi, ‘’jika cuaca buruk. Biasanya berita telegram tidak sempurna, banyak titiknya. Jika menjumpai yang demikian, tanyakan saja,’’ tegasnya.
‘’Baik, Pak,’’ jawab Verdy pendek.
‘’Apakah Saudara siap bekerja mulai hari ini?,’’ tanyanya serius.
‘’Siap, Pak!,’’ sahut Verdy lagi.
‘’Kamu naik apa ke sini?’’
‘’Naik sepeda, Pak!’’
‘’Tahu kantor telegraf?’’.
Sebelum Verdy menjawab, Ahmad Siala menggambar lokasi kantor telegraf di antara kantor polisi dan gereja di Jl. Balai Kota, Makassar.
‘’Ini surat untuk petugas kantor telegraf. Selamat bekerja,’’ ucapnya sambil menyodorkan surat yang menyebutkan bahwa Verdy setiap hari harus menjemput berita-berita Antara untuk Marhaen.
Hari itu, Verdy resmi menjadi karyawan Marhaen. Dia bahkan tersanjung, karena satu ruangan dengan Pemimpin Umum-nya. Sesekali, Verdy melihat Pak Siala, demikian dia akrab disapa, memperhatikan Verdy mengetik.
Minggu pertama, Verdy bekerja, rasanya tidak ada hambatan berarti. Hasil ketikannya dibaca dan dipilah-pilah Pak Siala. Dia kemudian menyuruh bawa hasil ketikan itu ke bagian belakang percetakan untuk di-set (maksudnya diketik ulang dengan menggunakan timah).
Suatu hari Verdy tertegun melihat banyak bagian telegram terputus dan berisi titik-titik. Dia mencoba baca ulang dan bisa mereka-reka kata yang terputus-putus itu. Tetapi, dia tidak berani menuliskannya. Akhirnya, Verdy bertanya kepada Pak Siala seperti yang pernah dianjurkannya. Ternyata penyempurnaannya sama seperti yang Verdy perkirakan.
Sejak saat itu, Verdy tak pernah bertanya lagi jika ada telegram bermasalah. Apalagi dia rajin mendengar warta berita RRI, sehingga hampir semua peristiwa nasional dan internasional yang penting-penting sudah dia ketahui.