Cerpen
AIR MATA DI LEMBAH NURBAYA
Oleh : Mulyati
Matahari pagi belum menampakkan sinarnya, namun kedua sahabat itu Tina dan Intan sudah melaju di jalanan yang masih sepi dan lengang, sepanjang perjalanan mereka sibuk dengan pikiran dan lamunan masing-masing. Tidak seperti biasanya kali ini mereka berlibur tiba-tiba tanpa terencana.
“Tin….kemana kita akan pergi, ada apa, sepertinya ada sesuatu,” tanya Intan memecah kesunyian di antara mereka berdua.
Mendengar pertanyaan sahabatnya Tina memperlambat laju mobilnya, “Intan, maaf ya tadi aku tidak sempat menyampaikan kemana kita akan pergi, kita akan menikmati liburan menikmati keindahan alam, entah mengapa aku tiba-tiba kepikiran ingin liburan,” Tina menyakinkan sahabatnya.
“Ohhh ya Tin, rasanya memang sudah lama kita tidak menikmati liburan dan pemandangan alam yang indah,” Intan membenarkan ide sahabatnya.
Tak terasa mereka sudah sampai di perkebunan Teh, mereka keluar dari mobil, hawa sejuk dan dingin langsung menerpa seakan menyambut kedatangan kedua sahabat tersebut.
Sejenak mereka diam dan terpaku menyaksikan keindahan kebun Teh, keindahan pemandangan alam yang sungguh menakjubkan mereka merasakan Keagungan Sang Pencipta, Allah yang Maha Kuasa.
“Intan…aku mengajakmu ke sini karena aku merindukan Ayahku, dua puluh tahun tahun lalu aku, ibuku dan ayahku liburan. Kami bahagia, ibuku sangat sayang kepadaku begitu juga ayahku,” cerita Tina sambil menahan air matanya, ia tak ingin kelihatan menangis.
Tina memang gadis yang kuat, mandiri dan selalu tampak riang. Tina adalah gadis yang tangguh, tegar dan tak pernah memperlihatkan kesedihan apalagi di depan sahabatnya. Namun dalam hatinya tersimpan sisi kehidupan yang menyakitkan, inilah yang mengantarkan dia sukses sebagai pengusaha.
Hari menjelang sore, mereka memutuskan untuk bermalam dan memilih menginap di Villa Biru Lembah Nurbaya.
“Intan .. yuk kita nyantai di depan ya, mumpung kita bisa menikmati liburan seperti ini,” ajak Tina pada sahabatnya.
“Yuk Tin” jawab Tina sambil mengambil handphone.
“Tin …..maafkan aku….,” sambil memandang sahabatnya yang sedari tadi nampaknya memendam rasa sedih, walau sekuat apapun Tina menahan kesedihannya, sebagai sahabat Intan bisa merasakan kali ini ada sesuatu yang disembunyikan Tina darinya.
Tanpa memberi waktu kepada Intan untuk melanjutkan pertanyaanya, Tina langsung menjawab “Intan kali ini aku tak akan menyembunyikan sesuatu kepadamu kamu adalah sahabatku dan juga saudaraku”.
“Dua puluh tahun lalu sepulang dari liburan ayah dan ibuku bertengkar hebat, ayahku pergi entah kemana, sampai saat ini tak pernah ada kabar beritanya.
Aku tidak tau apa yang mereka perdebatkan aku hanya mendengar ibuku menangis dan ketika aku bangun ayahku sudah tidak ada dan tak pernah lagi kembali, setiap kali aku bertanya pada ibuku, ibuku hanya menjawab ayahku pergi mencari uang”.