Dikatakan, satu kilo maggot bisa memakan lima kilo sampah organik. Kalau kita punya 300 kilo maggot, maka bisa mengurai sekitar 1,5 ton sampah per hari.
“Selain membersihkan lingkungan, maggot juga bisa jadi sumber protein dan bernilai jual tinggi. Ini bisnis lingkungan yang menjanjikan,” paparnya.
Lebih lanjut, Munafri meminta agar pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan memfasilitasi pembuatan lubang biopori dan tempat pembuangan komunal organik di kawasan padat penduduk.
Mantan Bos PSM itu menegaskan, masyarakat tetap dapat membuang sampah ke tempat tersebut dengan syarat sudah memilahnya sejak dari rumah. Fasilitasnya nanti disiapkan di lokasi-lokasi tertentu.
“Tapi syaratnya, yang dibuang ke situ hanya sampah organik. Cukup tambahkan daun-daun kering sebagai alasnya. Ini bisa dilakukan bersama petugas kebersihan dan masyarakat,” katanya.
Munafri juga menilai bahwa pengelolaan sampah tidak hanya soal kebersihan, tetapi juga berpotensi besar menjadi sumber ekonomi rumah tangga.
Dia juga menjelaskan bahwa harga sampah plastik saat ini bisa mencapai Rp5.000–Rp6.000 per kilogram.
Kalau ada yang bisa mengumpulkan 100 kilo plastik dalam sehari, itu bisa menghasilkan Rp500–600 ribu per hari.
“Ini artinya, bisnis lingkungan bisa menjadi peluang ekonomi yang cepat berkembang, tidak butuh modal besar, dan bisa dikelola oleh ibu-ibu rumah tangga,” jelasnya.
Program ini, lanjutnya, diharapkan mampu meningkatkan pendapatan keluarga sekaligus menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi.
Wali Kota Makassar juga mengingatkan bahwa kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di kota ini semakin terbatas.
Berdasarkan data yang ia sampaikan, sekitar 388.000 ton sampah dihasilkan di masyarakat, dan 290.000 ton di antaranya masih berakhir di TPA setiap tahun.
“Kalau kita tidak melakukan intervensi dari sekarang, umur TPA kita tidak lebih dari dua tahun. Ini alarm bahaya yang sudah menyala. Kita tidak bisa hanya bicara di ruang diskusi, tapi harus turun langsung menyelesaikan persoalannya,” tegas Munafri dengan nada serius.
Dalam kesempatan yang sama, Munafri juga mengajak kalangan akademisi, khususnya mahasiswa Universitas Bosowa, untuk ikut menjadi agen perubahan dalam gerakan lingkungan. Ia bahkan menggagas gerakan” Satu Mahasiswa, Satu Pohon” sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap perubahan iklim.
“Saya mohon agar setiap mahasiswa baru yang masuk diwajibkan menanam satu pohon. Pohon itu menjadi tanggung jawab selama kuliah. Pilihlah pohon-pohon lokal Sulawesi Selatan yang kuat dan bermanfaat,” harap Appi.