NusantaraInsight, Makassar— Porseni KNPI Kota Makassar 2025 yang digelar dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda semula berlangsung meriah. Namun, di balik sorotan lampu panggung dan sambutan hangat dari para pejabat, tersimpan kekecewaan mendalam dari para peserta yang merasa tidak dihargai.
Hanya Juara 1 yang Diberi Penghargaan, Peserta Lain Terlupakan
Pertandingan seni pencak silat yang digelar di halaman kantor DPD KNPI Kota Makassar dada tanggal 22 Oktober 2025 telah menghasilkan juara 1, 2, dan 3 berdasarkan penilaian tiga juri. Panitia mengumumkan hasil tersebut secara resmi dan meminta para juara hadir di malam puncak untuk menerima hadiah dan sertifikat.
Berikut Hasil Lomba Porseni Pemuda KNPI :
1. Kategori Tunggal Putra
Juara I : SMPM12 Cab.Karunrung
Juara II : Darul Aman
Juara III : Cab.Manggala
2. Kategori Tunggal Putri :
Juara I : SMPM12 Cab.Karunrung
Juara II : SMPN5
Juara III : Cab.Manggala
3. Kategori Ganda Putri
Juara I : SMPM12 Cab.Karunrung
Juara II : Ponpes Putri Ummul Mukminin
Juara III : SMPN5
4. Kategori Ganda Putra
Juara I : DarQam
Juara II : SMPM12 Cab.Karunrung
Juara III : DAMA
Namun, saat acara penutupan berlangsung Selasa, 28/10/2025 khusus perlombaan pencak silat seni hanya juara 1 yang dipanggil ke atas panggung dan menerima penghargaan. Juara 2 dan 3 tidak mendapatkan apapun, bahkan sertifikat yang dijanjikan pun belum tersedia. Para peserta yang datang sejak pukul 18:00 harus menunggu hingga pukul 21:00, hanya untuk pulang dengan tangan kosong.
Sorotan Panggung Kontras dengan Kegalauan di Belakang Layar
Ironisnya, malam puncak yang dihadiri Wali Kota Makassar dan beberapa kepala dinas justru menjadi panggung yang menyembunyikan kekecewaan. Di balik gemerlap panggung utama, para peserta yang meraih juara 2 dan 3 berdiri dalam diam, menunggu panggilan yang tak pernah datang. Mereka menyaksikan teman-teman mereka bersinar, sementara mereka sendiri tenggelam dalam rasa tidak dihargai.
Panitia berdalih soal anggaran. Tapi pertanyaannya: jika anggaran terbatas, mengapa tidak disampaikan sejak awal? Mengapa panitia tetap mengumumkan juara 2 dan 3 secara resmi, lalu mengabaikan mereka di malam puncak? Ini bukan sekadar miskomunikasi—ini adalah bentuk pengabaian terhadap etika penyelenggaraan kompetisi.
“Melihat teman-teman juara 1 bersinar di atas panggung, jujur saja, ada sedikit rasa iri dan pertanyaan besar di benak kami: Apakah perjuangan kami tidak berarti apa-apa?” ungkap salah satu peserta.
Suara Pelatih: “Kami Merasa Diabaikan dan Tidak Dihargai”
Pelatih Tapak Suci dari Pondok Pesantren Darul Aman, turut menyuarakan kekecewaannya. “Kami datang dengan harapan besar. Anak-anak sudah berlatih keras dan meraih juara. Tapi saat penutupan, mereka tidak mendapat apa-apa. Kami merasa diabaikan,”
Porseni seharusnya menjadi ajang pembinaan karakter, sportivitas, dan penghargaan atas kerja keras generasi muda. Namun, Porseni KNPI Kota Makassar 2025 justru menjadi contoh nyata bagaimana sebuah kegiatan besar bisa kehilangan makna karena kelalaian panitia dalam menjalankan tanggung jawabnya. Tegasnya.
Senada dengan itu, Pelatih Tapak Suci SMP Negeri 5 Makassar, juga menyampaikan kritiknya. “Kami bukan hanya datang untuk bertanding, tapi juga untuk belajar dan membangun semangat juang. Ketika anak-anak tidak dihargai, itu mematahkan semangat mereka. Kami harap panitia bisa lebih bijak ke depannya,”
Jika panitia tidak mampu memberikan penghargaan, setidaknya mereka bisa memberikan pengakuan. Sertifikat partisipasi pun belum jelas kapan akan diberikan. Padahal, bagi peserta, selembar sertifikat adalah simbol bahwa perjuangan mereka diakui.
Porseni bukan sekadar acara tahunan. Ia adalah ruang pembinaan, tempat anak-anak muda belajar tentang nilai juang, sportivitas, dan penghargaan. Ketika panitia gagal memahami itu, maka mereka telah merusak esensi dari kegiatan itu sendiri. ujarnya.
Sementara itu, Pelatih dari Cabang Manggala, juga mengungkapkan rasa kecewanya. “Jujur kami sebagai pelatih sangat kecewa atas tidak bertanggung jawabnya panitia. Kami tidak tahu bahwa hanya juara 1 yang diberi hadiah. Juara 2 dan 3 tidak dapat apa-apa, dan informasi itu tidak kami terima sejak awal pertandingan,”
Ini menunjukkan bahwa panitia tidak menjalankan prinsip dasar komunikasi yang transparan. Ketika peserta dan pelatih datang dengan harapan, mereka layak mendapatkan kejelasan, bukan kejutan yang menyakitkan di akhir acara. ungkapnya.
Para peserta dan pelatih berharap agar kegiatan serupa di masa depan bisa lebih menghargai seluruh peserta. Menurut mereka, nilai sebuah kejuaraan tidak hanya ditentukan oleh siapa yang menjadi juara, tetapi juga oleh bagaimana semua peserta merasa dihargai atas usaha dan perjuangan mereka.

br






br






