NusantaraInsight, Makassar — Dalam rangka memperingati Hari Koperasi Nasional, Ma’REFAT Institute Sulawesi Selatan kembali menggelar diskusi bulanan program “Membaca Kembali Bung Hatta” seri ke-8, Minggu 13/7/2025. Bertempat di Kantor LINGKAR-Ma’REFAT Makassar, diskusi ini mengangkat topik, “Bung Hatta dan Cita-Cita Gerakan Koperasi”, yang menghadirkan dua pemantik dan pembaca buku: Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Alauddin Makassar, Muhammad Sapril Sardi Juardi, serta pelaku UMKM, Muhammad Satriawan Hamsari.
Sapril membuka diskusi dengan menyusuri akar sejarah koperasi di Indonesia yang lahir di Purwokerto, Keresidenan Banyumas. Koperasi pertama di Indonesia, menurutnya, muncul dari kesadaran petani untuk terbebas dari praktik riba, bukan dari kebijakan negara atau investasi asing. Di sinilah, kata Sapril, koperasi menunjukkan jati dirinya sebagai gerakan rakyat.
Dalam pandangan Bung Hatta, koperasi tidak sekadar alat ekonomi, melainkan jalan ideologis menuju empat tujuan besar: kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan. “Yang kita miliki hari ini hanyalah topeng koperasi. Secara bentuk ada, tapi jiwanya sudah lama pergi,” ujar Sapril.
Menurutnya, koperasi sejatinya berdiri di atas semangat self-help dan solidaritas. Hatta menulis, “Jika engkau hendak maju, berusahalah sendiri tanpa mengharapkan pertolongan orang lain.” Kalimat itu menjadi dasar pendirian koperasi sebagai gerakan kemandirian ekonomi.
Namun dalam praktik hari ini, banyak koperasi justru berfungsi sebagai badan usaha konsumtif dan lembaga kredit yang menjauh dari prinsip dasarnya. “Tujuan koperasi bukan keuntungan, tetapi kesejahteraan bersama. Keuntungan hanya cadangan, bukan orientasi,” katanya.
Pasal 33 UUD 1945 secara jelas menempatkan koperasi sebagai pondasi ekonomi nasional. Perekonomian Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Pemantik diskusi lainnya, Muhammad Satriawan Hamsari yang akrab dipanggil Wawan, mengangkat pertanyaan yang menggelitik: mengapa koperasi gagal tumbuh di negeri yang termuat dalam konstitusinya? Ia membandingkan dengan negara-negara kapitalis yang justru sukses membangun koperasi sebagai tulang punggung ekonomi rakyat.
“NTUC FairPrice di Singapura menguasai lebih dari 60 persen pasar ritel dan dimiliki konsumen. Di Amerika Serikat ada Sunkist dan Ace Hardware. Di Spanyol ada Mondragon, koperasi pekerja terbesar di Eropa. Sementara kita? Koperasi justru identik dengan pinjaman konsumtif dan praktik rente,” ujarnya.