Peluang Indonesia Sebagai Aktor Moral Untuk Mediasi Iran dan Israel

Oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Dunia saat ini kembali berada dalam ketegangan geopolitik Timur Tengah yang belum mereda bahkan makin memanas. Konflik antara Israel dan Iran bukan sekadar perseteruan bilateral, tetapi merupakan manifestasi dari perebutan pengaruh, ideologi, serta warisan sejarah yang kompleks di kawasan tersebut. Di tengah dinamika global ini, muncul pertanyaan: apakah Indonesia—sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan memiliki sejarah panjang diplomasi damai—memiliki peluang untuk menjadi mediator antara dua kekuatan yang saling bermusuhan ini?

Pengalaman Indonesia lewat Jusuf Kalla menunjukkan bahwa perdamaian tidak harus datang dari kekuatan besar. Dengan ketulusan, keberanian mengambil risiko, dan kepekaan terhadap kondisi sosial masyarakat, perdamaian bisa dibangun dari bawah ke atas (bottom-up), bukan semata-mata dari elite ke elite.
Jusuf Kalla membuktikan bahwa diplomasi kemanusiaan dan kearifan lokal bisa menjadi alat yang sangat efektif dalam menyelesaikan konflik yang terlihat tak berujung. Pengalaman ini memberi pelajaran penting bagi dunia, termasuk jika Indonesia ingin memainkan peranannya yang lebih besar dalam perdamaian internasional seperti antara Israel dan Iran yang saat ini lagi memanas.

BACA JUGA:  Meritokrasi Birokrasi NTB

Sebut saja ; Konflik Poso (2001), Konflik Ambon/Maluku (1999–2002), Gerakan Aceh Merdeka (GAM) – Kesepakatan Helsinki (2005), Mindanao, Filipina Selatan – Misi Perdamaian Internasional, Jusuf Kalla juga berperan aktif di luar negeri, terutama dalam mendukung proses perdamaian di Filipina Selatan antara pemerintah Filipina dan kelompok pemberontak Moro Islamic Liberation Front (MILF). Melalui Palang Merah Indonesia dan jalur diplomasi non-resmi, JK dan timnya ikut memfasilitasi dialog serta menjadi bagian dari monitoring ceasefire agreement. Usaha ini lalu membuahkan hasil: Indonesia dipercaya sebagai anggota International Monitoring Team dan memainkan peran penting dalam menciptakan kepercayaan di lapangan.

Apakah berdasarkan pengalaman-pengalaman ini Indonesia berpeluang menjadi Mediator saat ini yang terjadi di Timur Tengah ?

Pertanyaan ini tidak sederhana, namun sangat layak untuk dianalisis secara mendalam. Indonesia bukan kekuatan militer besar seperti Amerika Serikat atau Rusia, tetapi Indonesia memiliki keunggulan moral, kredibilitas diplomatik, serta posisi strategis sebagai negara yang selama ini menjunjung tinggi prinsip non-blok, perdamaian dunia, dan solidaritas kemanusiaan. Walaupun Indonesia secara tegas mendukung kemerdekaan bagi Palestina, namun posisi sebagai negara non-blok, atau bukan sekutu dari negara-negara yang tengah bersitegang, sangat berpeluang menjadi mediator.