Oleh Aslam Katutu
NusantaraInsight, Makassar — Di panggung geopolitik dunia, narasi adalah senjata yang tak kalah tajam dibandingkan rudal dan drone. Siapa yang menguasai narasi, kerap kali menguasai opini publik. Inilah yang tampaknya menjadi spesialisasi Israel: menyerang lebih dulu, lalu dengan cepat membungkus tindakannya dengan narasi “pembelaan diri” dan “perjuangan melawan terorisme.” Taktik ini telah digunakan selama puluhan tahun dalam konflik dengan Palestina, dan kini diulang dalam ketegangan terbaru dengan Iran — tetapi kali ini dengan skala dan konsekuensi yang jauh lebih besar.
“Playing the victim” yang artinya: berpura-pura menjadi korban, atau membuat diri seolah-olah sebagai korban untuk mendapatkan simpati atau menghindari tanggung jawab.
Istilah ini sering digunakan dalam konteks manipulasi psikologis, di mana seseorang; mengalihkan kesalahan kepada orang lain, menolak bertanggung jawab atas tindakannya sendiri atau menggunakan posisi sebagai “korban” untuk memanipulasi opini publik.
Dunia dikagetkan oleh kabar bahwa Israel melakukan serangan terhadap Iran. Serangan mendadak Israel terhadap Iran pada tanggal 13 Juni, yang menargetkan sejumlah komandan militer dan keamanan tingkat tinggi, ilmuwan dan fasilitas nuklir, dan pangkalan militer, serta melumpuhkan sistem pertahanan udara Iran. Dalam hukum internasional, menyerang fasilitas diplomatik sama artinya dengan menyerang kedaulatan sebuah negara. Tetapi dalam logika geopolitik ala Israel, ini tetap bisa disebut “preventive strike” atau serangan pencegahan.
Tentu saja Iran merespons secara terbuka dan langsung, Iran menembakkan ratusan rudal ke wilayah Israel. Iran mengeklaim menggunakan metode baru dalam serangan rudal yang menghantam Tel Aviv dan Haifa pada Senin (16/6/2025). Serangan ini mengakibatkan kehancuran di kawasan permukiman dan meningkatnya kekhawatiran global akan meluasnya konflik di Timur Tengah.
Melansir Reuters, rudal-rudal yang ditembakkan menjelang fajar menghancurkan sejumlah bangunan di Tel Aviv, termasuk kawasan padat di dekat pasar Shuk HaCarmel dan wilayah perumahan sekitar Petah Tikva. Sedikitnya lima orang tewas dan lebih dari 100 lainnya terluka dalam gelombang serangan balasan Iran, setelah situs-situs militernya diserang Israel pekan lalu . Serangan ini mengejutkan dunia, tetapi bagi mereka yang mengikuti eskalasi sejak awal, ini hanyalah reaksi dari serangan lebih dulu.
Namun seperti biasa, setelah serangan balasan itu, media-media besar dunia — yang cenderung bias — segera membingkai narasi: “Iran menyerang Israel”, bukan “Iran membalas serangan Israel.” Narasi itu mengaburkan fakta, dan seperti skenario lama, Israel kembali mengenakan jubah korban.