News  

Prof. Dr.Mardi Adi Armin, M.Hum: Dari Tinjauan Teosofi, Bahasa Miliki Akar ke-Ilahi-an

NusantaraInsight, Makassar — Bahasa dalam tinjauan teosofi memiliki akar ke-Ilahi-an (divinitos) yang panjang. Ketika Maryam yang menderita persekusi dari lingkungannya, Isa a.s. putranya, yang masih dalam buaian mampu menerangkan dengan bahasa lengkap soal pembelaan terhadap ibunya serta jawaban tentang siapa dirinya, misi profetis dan keberkahan yang diterima dalam hidup dan kematiannya. (Q.S.19, 30-33).

Hal itu dikutip Prof.Dr. Mardi Adi Armin, M.Hum, dalam orasinya berjudul “Keserbamungkinan (kontinjensi) Bahasa Menuju Dialog Intersubjektif Sains dan Budaya: Pandangan Filsafat Neopragmatisme” yang disampaikan pada pidato Pengukuhan dan Penerimaan sebagai Anggota Dewan Profesor dalam Bidang Ilmu Filsafat Bahasa FIB Unhas, di Ruang Senat Unhas Kampus Tamalanrea, Selasa (17/6/2025).

Selain Prof. Mardi Adi Armin, pada saat bersamaan juga menyampaikan pidato serupa dari FIB Unhas, Prof.Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S., M.Hum (Bidang Ilmu Kajian Sastra dan Budaya) dan Prof.Dr.Munira Hasjim, S.S., M.Hum (Bidang Ilmu Sosiolinguistik) serta Prof.Dr.Ansar Arifin, M.S. (Bidang Ilmu Antropologi Maritim Departemen Antropologi FISIP Unhas).

Dalam orasi yang berlangsung pada Rapat Paripurna Senat Akademik Unhas yang dipimpin Prof.Dr.Bahruddin Thalib, drg., Sp.Pros (K) dan dihadiri Ketua dan para Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas, Rektor Unhas Prof.Dr. Jamaluddin Jompa, M.Sc., Ketua Dewan Profesor Prof. Dr. Andi Pangeran Moenta, S.H., DFM, para anggota Senat Akademik Unhas, Pimpinan, tenaga pendidikan, dan mahasiswa FIB dan FISIP Unhas itu, Andi Muhammad Akhmar menyampaikan orasi bertajuk “Indigeneitas, Estetika Global, dan Fiksi Pascamodern: Membaga La Galigo dalam Kerangka Kajian Sastra dan Budaya”.

BACA JUGA:  Menteri Agama Harap Kaum Perempuan Makin Berdaya di Hari Ibu

Prof.Mardi Adi Armin mengatakan, bahasa yang dimiliki manusia begitu tinggi kedudukannya, mulai dari posisi yang sifatnya profan (tidak bersangkutan dengan agama atau tujuan keagamaan, lawan sakral) sebagai alat komunikasi biasa dengan sesamanya, sampai pada kedudukan yang sakral sebagai sarana penghubung yang sifatnya transendental untuk membesarkan dan menyucikan sesembahannya.

“Bahasa kaum paganisme (kepercayaan atau praktik spiritual terhadap berhala) dan monoteisme banyak mempraktikkan ragam bahasa yang terakhir ini,” kata lulusan S-1 Sastra Prancis Fakultas Sastra Unhas tersebut.

Lulusan Program Ilmu Filsafat S-2 UI-Prancis dan S-3 Bidang Filsafat dan Pemikiran Islam UIN Alauddin Makassar itu mengemukakan, neopragmatisme yang menjadi bagian tema orasi ini, bergerak di antara dua kecenderungan kuat, yaitu di satu sisi berusaha usaha untuk menjelaskan wilayah kebudayaan sejajar dengan epistemologi ilmu alam, dan di sisi yang lain, suatu ikhtiar untuk mengantar paradigma ilmu alam paralel dengan epistemologo seni dan karya artistik.