Sri Gusty: Perlu Reward untuk Memantik Anak Menulis

NusantaraInsight, Makassar — “Setiap yang dilakukan anak perlu diapresiasi agar dia lebih semangat lagi, termasuk untuk menumbuhkan semangatnya menulis,” papar Sri Gusty.

Wakil Dekan Fakultas Pascasarjana Universitas Fajar (Unifa), Dr Sri Gusty, ST, MT, menyampaikan hal itu di depan orang tua yang tergabung dalam Bunda Pustaka SD Negeri Borong dan sejumlah murid, Selasa, 10 Oktober 2023. Kegiatan di Perpustakaan Gerbang Ilmu SD Negeri Borong itu, diadakan dalam rangka memperingati Hari Surat-Menyurat Internasional.

Ketua Bunda Pustaka, Mulyati Husain, dan pengurus Bunda Pustaka hadir dalam acara itu. Juga hadir Kepala Perpustakaan Gerbang Ilmu SD Negeri Borong, Saparuddin Numa, dan beberapa guru. Sri Gusty sempat menyampaikan bahwa ketika dia meng-googling Bunda Pustaka, yang dia baca semua tentang aktivitas Bunda Pustaka SD Negeri Borong. Pernyataannya ini langsung mendapat tepuk tangan dari semua yang hadir. Bunda Pustaka memang merupakan program inovasi SD Negeri Borong.

Setiap tanggal 9 Oktober, di peringatan sebagai Hari Surat-Menyurat Internasional sebagai bentuk kesempatan bagi masyarakat global untuk mengapresiasi peran penting komunikasi tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Sri Gusty yang sudah menulis beragam genre, baik buku referensi, cerpen, maupun puisi, menyatakan bahwa walaupun aktivitas menulis dalam bentuk surat sudah berubah, tapi tetap saja menulis itu penting.

BACA JUGA:  Rumah Zakat Sulsel Laksanakan Program Berbagi Makanan di Jumat Berkah

“Kalau menulis, jangan terkungkung pada tulisan yang sifatnya akademis. Karena setiap orang bisa menulis tentang apa saja,” ujarnya.

Sebagai ibu rumah tangga pun, menurutnya, bisa dilakukan. Dia mencontohkan pengalaman ibu-ibu dampingan Komunitas Anak Pelangi (K-Apel), yang beberapa waktu lalu mengadakan peluncuran buku di Lorong Dg Jakking. Dikatakan, ibu-ibu di sana menulis surat cinta untuk suaminya, yang kemudian dibukukan.

“Jadi, bisa saja ibu rumah tangga itu menulis buku tentang pengalamannya mengasuh anak, mengurus rumah tangga, atau seputar resep masakan,” katanya memberi ide.

Dia sendiri mengakui, bahwa menulis sudah jadi kebiasaan sehari-harinya. Sri Gusty bercerita, biasanya kalau di kantor, dia menggunting kertas berbentuk kotak, untuk dipakai menulis. Tiap hari dia menulis, sesederhana apa pun. Tidak bisa kalau tidak ada catatan atau tulisan pada lembaran-lembaran kertas itu.

Dia lalu bertanya, adakah di antara anak-anak dan ibu yang pernah menulis? Citra, murid kelas 4, mengacungkan tangan. Citra menyampaikan bahwa dia pernah menulis pengalaman berkunjung di Museum Kota Makassar. Beberapa pengurus Bunda Pustaka juga menulis, dan hasil tulisannya itu masuk dalam bunga rampai tulisan tenttang perpustakaan.

br
br