NusantaraInsight, Bulukumba — Sore tergelar dengan banyak suasana. Mengaduk rasa di antara kita yang menolak untuk berputus asa.
Hari ini digelar launching zine bersama medium alternatif yang bertumbuh secara saksama. Launching ini bukan sekedar launching tapi ini tentang nyala literasi yang masih terawat di Desa Bontonyeleng hingga kini. Literasi merupakan persembahan yang tak pernah diam. Menolak untuk tunduk pada fasisme. Sebab kita adalah kepercayaan yang harus dijaga agar tumbuh secara organik.
Hari ini, Minggu (1/12/2024) para penggiat literasi melakukan Gelar Zine Fest Vol.1 bersama para kerabat kerja: Siring Bambu, SSB Batugarumbing, Mubin Institute, Mammiri Silele, Rosalia Merch, The Panas Dingin, Buroncong, RUMKO, Book Merchs.
Bersama para pembicara dengan ragam perspektif yaitu, pembicara pertama A. Mauragawali (Kepala Desa Bontonyeleng) dan pembicara kedua, Andika Mappasomba (Selaku Budayawan dan Penggiat Literasi), Aedil Faizin didaulat sebagai moderator pada acara ini.
A. Mauragawali dalam paparannya mengajak kota untuk melihat banyak peristiwa desa. Meluncurkan serangan untuk kembali ke masa silam, bahwa Bontonyeleng adalah desa yang memiliki banyak rekam jejak.
“Seperti sungai Cakkuridie yang memiliki ceritanya sendiri. Pun, sampai hari ini Bontonyeleng adalah sebuah ruang yang tak akan habis menembus babak baru,” ulasnya singkat.
Sementara itu, tampil sebagai pembicara kedua Andika Mappasomba mengatakan jika segala peristiwa harus diceritakan dan dituliskan untuk melihat banyak rupa.
Ia menggambarkan bagaimana kesusastraan bertumbuh dari hal sederhana. Seperti yang dibagikan pada buku yang ditulisnya tentang orang-orang yang selama ini dianggap manusia spesial. Apakah penting menulis mereka? Tentu sangat penting karena mereka bagian dari sejarah.
Momen ini menjadi catatan bagi moderator, Aedil Faizin mengingatkan para teman-teman gelar zine agar bisa menjadikan tulisan sebagai perlawanan untuk melawan setiap bentuk yang selama ini terkotak-kotak.
“Bilamana esok usia telah usai, maka tulisan akan menyelamatkan hidup terus berjalan,” ucapnya puitis.
Kegiatan ini adalah suguhan yang sangat istimewa di Siring Bambu, Bontonyeleng mengawali Desember.
Seperti disampaikan Musakkir Basri selaku sopir Rumah Buku. Ia juga mengatakan jika ini harus terus dirawat dan digelarkan agar tercipta karya kreatif. Kita tidak bisa menyimpan semua file kehidupan pada digital. Dengan begitu, zine sebagai medium alternatif untuk melihat banyak peristiwa.
“Semoga kegiatan ini bisa menggelar suasana di volume selanjutnya. Kami sangat berterima kasih dengan suguhan merchandise, kopi, kripik, dan pameran pusaka teman-teman pemuda desa. Sampai jumpa di kegiatan selanjutnya,” pungkas Musakkir Basri yang juga anggota perkumpulan Penulis Satupena Sulsel ini.