Good by El Nino, Welcome La Nina

Badai El Nino
Badai El Nino

NusantaraInsight, Jakarta — Saat ini anomali iklim pemicu kekeringan, El Nino sudah dapat dikatakan good by atau selamat jalan, karena saat ini berstatus netral alias berakhir usai terdeteksi setidaknya sejak Juli 2023.

Lawannya, La Nina welcome karena bersiap muncul.
Dalam Ikhtisar Cuaca Harian 19-21 Mei, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap bahwa Indeks NINO 3.4, yang merupakan zona utama pemantauan El Nino, bernilai +0.45, “tidak signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia (Netral).”

El Nino dan La Nina merupakan bagian dari El Nino-Southern Oscillation (ENSO), yang adalah pola iklim berulang yang melibatkan perubahan suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur.

Jika suhunya lebih besar atau sama dengan +0,5 derajat Celsius, El Nino dinyatakan muncul. Jika kurang dari atau sama dengan -0,5 derajat C, giliran La Nina bangkit. Di antara angka-angka itu, ENSO statusnya netral.

Badan Meteorologi Australia (BoM), pada ENSO Outlook, mengatakan “indikator atmosfer dan samudera saat ini berada dalam ambang batas ENSO netral.”

BACA JUGA:  Foto Konyol Hadapi Bencana Banjir

Suhu permukaan laut (SST) di Pasifik tengah dan timur juga terpantau mendingin sejak Desember 2023, disertai dengan suhu air di bawah permukaan yang jauh lebih dingin dibandingkan rata-rata.

“Pemodelan Biro tersebut menunjukkan bahwa ENSO kemungkinan akan tetap netral setidaknya hingga Juli 2024,” kata BoM.

Tak cuma itu, lembaga tersebut juga menyatakan Outlook ENSO saat ini berada pada “La Nina Watch,” yang berarti ada beberapa tanda bahwa La Nina mungkin akan terbentuk di Samudera Pasifik pada 2024.

“Peluang terjadinya La Niña di musim mendatang semakin besar. Jika kriteria ini terpenuhi di masa lalu, kejadian La Nina akan terjadi sekitar 50 persen,” ungkap BoM.

Kriteria yang mendukung kemunculan La Nina ini antara lain, pertama, fase ENSO netral atau El Nino sedang menurun; kedua, empat dari 10 tahun pantauan pola Indeks Osilasi Selatan (SOI) menunjukkan karakteristik La Nina.

Ketiga, ada pendinginan bawah permukaan yang signifikan yang teramati di Samudera Pasifik khatulistiwa bagian barat atau tengah.

Keempat, sepertiga atau lebih model iklim yang disurvei menunjukkan pendinginan berkelanjutan hingga setidaknya 0,8 derajat Celsius di bawah rata-rata di wilayah NINO3 atau NINO3.4 di Samudra Pasifik pada akhir musim dingin atau musim semi.

BACA JUGA:  Pasca-Lebaran, Diprediksi Penumpang Tinggalkan Bima Naik 20-30%.

International Research Institute for Climate and Society (IRI) mengungkap La Nina paling mungkin terjadi pada Agustus–Oktober 2024 hingga Desember–Februari 2025.