Selain sebagai wartawan, Iwan Azis juga merangkap sebagai agen koran itu. Kalau tidak salah, katanya, BARATA MINGGU tadinya milik orang lalu dibeli oleh Zainal Bintang. Jadi bukan koran yang dirintis sejak awal.
Nanti setelah di bawah manajemen Zainal Bintang, koran mingguan itu berkembang pesat. Wartawan BARATA MINGGU antara lain, Muhammad Thahir Ramli, seorang anggota militer aktif tapi meminati dunia jurnalistik, dan Yusuf Moha, yang punya pehamahan jurnalistik bagus.
“Kayaknya, saya masih miliki kartu persnya. Saya agen dan wartawan, ya pemiliklah dalam tanda kutip. Karena masih sepupu dengan Zainal Bintang. Hingga saat ini kami sangat dekat,” ungkap Iwan Azis tentang korannya itu.
Sebagai koran umum maka liputannya berbagai macam, mulai politik hingga kriminal. Juga seputar isu-isu pembangunan. Diberitakan tanpa tendensi, sesuai standar jurnalistik. Independensi dan integritas wartawannya terjaga.
Koran BARATA MINGGU ini terbit antara 70-90-an. Bahkan diakhir 90-an, koran ini masih garang dan disegani.
Iwan Azis mengenang, dahulu, kalau melakukan tugas jurnalistik ke daerah, bukan humas yang temani dan mengantar wartawan tapi langsung oleh bupati setempat. Sebagai wartawan, mereka dijamu di rumah dinas bupati. Era itu, profesi wartawan dihormati dan mendapat tempat tersendiri di kalangan kepala daerah.
“Kita makan bersama di rumah jabatan dalam suasana akrab dan hangat. Namun, itu semua diletakkan dalam hubungan profesional, sebagai wartawan dan pemerintah,” imbuhnya.
Beliau lantas menyebut beberapa nama pejabat era itu, antara lain Bupati Andi Made Ali (Bupati Soppeng, 1965-1979), dan Muh Suaib Pasang (Bupati Takalar, 1967-1978). Mereka ini bupati yang berlatar belakang tentara dan polisi.
Di Parepare, walikotanya Joesoef Madjid (periode 1977-1983), suami dari Ida Joesoef Madjid, juga mereka sambangi bila tengah dalam tugas jurnalistik.
Katanya, era itu gubernur, walikota, dan bupati masih ditunjuk oleh pemerintah pusat. Kalau seseorang di masa itu sudah jadi Pangdam (Panglima Komando Daerah Militer), maka kemungkinan akan jadi gubernur, misalnya Mayjen TNI (Purn) HZB Palaguna.
Sebelum menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, dua periode (1993-1998 dan 1998-1993), HZB Palaguna pernah menjadi Pangdam VII/Wirabuana (1991-1993).
“Kalau dahulu, menjadi pejabat itu bukan cuma garis tangan, tapi juga karena campur tangan dan tanda tangan,” kata Iwan Azis yang membuat kami semua tertawa.
Ada fenomena, berdasarkan amatannya. Katanya, bila Made Ali datang di suatu tempat, maka kepala daerahnya mesti bersiap-siap. Karena itu bisa pertanda akan diganti.