Sulsel  

ASN Non Job Mengadu ke DPRD Sulsel

NusantaraInsight, Makassar — Puluhan ASN Non Job mengadu kepada DPRD Sulsel melalui rapat dengar pendapat (RDP) pada Rabu, (27/9/2023).

Mereka adalah para ASN yang telah dinonjobkan atau didemosi di era Andi Sudirman Sulaiman (ASS).

Koordinator ASN H. Aruddini yang juga Mantan Kabid Lalu Lintas Dishub Sulsel kepada sejumlah awak media usai RDP menyampaikan agar rekomendasi DPRD dapat menjadi dasar penyampaian kepada Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin.

“Kita juga sudah menyampaikan pandangan umum kami yang berdampak non job, demosi dan pergantian secara keseluruhan baik dari substansi kewenangan sampai dengan alasan-alasan terkait kinerja semua kita uraikan secara rinci,” kata Aruddini

Dia juga berharap agar ini tidak terlalu lama agar persoalan ini tidak biasa kemana-mana.

Ia juga mengucapkan atensi kepada pimpinan DPRD Sulsel melalui komisi A yang telah menerima mereka untuk mendengarkan secara langsung yang menjadi gonjang ganjing di media berkaitan non job, demosi dan pergantian kepala sekolah.

Ditegaskan, ada 97 yang menandatangani pakta integritas, keberatan soal nonjob tersebut. Tapi dari jumlah keseluruhan ada 400-an ASN.

BACA JUGA:  Sulsel Defisit Rp1,5 Triliun, RAPBD 2024 Direvisi

“97 yang tanda tangan dari 400an jumlah keseluruhan,” tuturnya.

Dia meminta agar semua SK produk hukum yang dikeluarkan itu diminta supaya jelas datanya. Sisa berapa yang sudah terpulihkan dan yang tidak.

“Yang tidak terpulihkan berapa. Mungkin dalam 1-2 hari ini kami menerima keterangan dari semuanya,” tegasnya.

Sementara itu, Andi Fitri salah satu Pamong Senior yang juga terkena non job juga menyampaikan bahwa ada mal administrasi dalam proses non job, demosi dan pergantian ini.

“Intinya telah terjadi mal administrasi kepegawaian. Kanibalisme Kepemimpinan. Yang berakibat tidak ada lagi etika aparatur dan akan menimbulkan citra moralitas aparatur tercela, tidak menjaga kewibawaan daerah khususnya Sulsel dan negara,” ungkapnya.

Ia juga menyampaikan bahwa wajar dan tidak semuanya ditabrak, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dan memberikan jabatan.

“Mengesampingkan etika moral leluhur kita massipakatau, sipakainge, sipammasemase, sipappaccei. Dan akhirnya menjadi role model yang “buruk” bagi daerah,” tegasnya.

Ia menambahkan, SK gubernur pengangkatan dalam jabatan, dinilai cacat karena SK pejabat lama belum diberhentikan dengan SK Gubernur, lalu muncul SK gubernur baru yang mengangkat pejabat baru tanpa ada SK pemberhentian pejabat lama. Lalu muncul SK kepala dinas yang menempatkan dalam jabatan staf/pelaksana/guru sekolah.

BACA JUGA:  Aliansi Bontoa Menggugat Temui Plt. Bupati Maros Terkait Krisis Air Bersih

“Begitu pula yang non job tapi belum mendapatkan SK penempatan pada posisi yang baru. Ini akibat para pengelola Pemerintahan tidak faham etika pemerintahan serta regulasi-regulasi khususnya bidang kepegawaian termasuk pengangkatan pejabat RS dan sekolah,” ulasnya.

Iklan Amri Arsyid